Lingga, Zonamu.com – Di balik aroma asap yang mengepul dari gubuk sederhana di Kampung Air Merah, Desa Lanjut, Kecamatan Singkep Pesisir, terdapat sebuah kisah ketekunan dan ketahanan.
Mukhtisar, telah mengabadikan hidupnya untuk menyalai ikan tamban, sebuah lauk khas yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kabupaten Lingga.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ikan tamban, yang mudah ditemukan di perairan Lingga, menjadi salah satu hasil tangkapan utama para nelayan setempat. Salah satu wilayah dengan hasil tangkapan melimpah adalah perairan Desa Lanjut di mana hampir setiap hari nelayan menjaring ikan ini.
Tingginya permintaan di pasaran mendorong warga untuk mengembangkan usaha rumahan tamban salai. Ikan ini diasapi di atas bara api, sebuah metode tradisional yang bukan hanya mengawetkan ikan, tetapi juga memberikan cita rasa khas yang disukai banyak orang.
Di belakang rumahnya, Mukhtisar sudah terbiasa berhadapan dengan asap yang membumbung dari ribuan ekor ikan tamban yang dijajar rapi di atas rak salai. Pekerjaan ini telah ia jalani selama 25 tahun, dan baginya, menyalai ikan bukan sekadar mata pencaharian ini adalah warisan hidup.
“Semenjak anak pertama lahir, sampai anak kuliah hingga anak nikah, inilah kerja saya. Menguliahkan anak, bikin rumah, semuanya dari hasil ini. Tak ada kerja lain,” kata Mukhtisar.
Dengan keuletannya, di usia yang kini menginjak 50 tahun, Mukhtisar masih tetap setia dengan pekerjaannya.
Saat hasil tangkapan sedang melimpah, dalam sehari Mukhtisar bisa menyalai hingga 5.000 ekor ikan tamban. Namun, jika pasokan ikan berkurang, ia hanya mampu menyalai 1.000 ekor, atau bahkan hanya 800 ekor per hari.
Setiap siang hingga sore, ia sibuk menyalai ikan untuk dijual keesokan paginya di Pasar Dabo Singkep. Harga jual ikan tamban salai bervariasi, tergantung pada ketersediaan ikan di pasaran.
“Sekarang harga sekitar Rp35 hingga Rp40 ribu per 100 ekor. Kalau musim sulit, harga bisa melejit sampai Rp80 hingga Rp100 ribu,” tuturnya.
Tamban salai bukan hanya soal bisnis, tetapi juga warisan kuliner yang mengakar kuat di masyarakat Lingga. Aroma asap, cita rasa khas, dan ketahanan pengawetan alami menjadikannya lauk favorit yang tak lekang oleh waktu.
Di tengah gempuran makanan instan dan olahan modern, tamban salai tetap bertahan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat pesisir.
Berkat tangan-tangan terampil seperti Mukhtisar, tradisi ini terus hidup dan memberikan manfaat, bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi banyak orang yang menikmati hasil jerih payahnya.