Lingga, Zonamu.com – Dalam dinamika kehidupan berdemokrasi, keberadaan dua poros pemikiran—yakni kelompok pro pemerintah dan kelompok oposisi—kerap kali disalahpahami sebagai bentuk pertentangan atau bahkan permusuhan.
Padahal, menurut Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kabupaten Lingga, Armanto, keduanya justru memainkan peran strategis dan saling melengkapi dalam proses pembangunan, khususnya di daerah seperti Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pernyataannya pada Minggu (04/05/2025) kepada ihand.id, Armanto menegaskan bahwa pro pemerintah dan oposisi bukanlah dua kutub yang saling menjatuhkan, melainkan dua kekuatan yang jika berfungsi secara proporsional dan sehat, akan melahirkan tata kelola pemerintahan yang efektif, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
“Demokrasi yang matang tidak diukur dari banyaknya pujian kepada pemerintah, tapi dari sejauh mana kritik dan saran diterima sebagai bagian dari proses memperbaiki diri,” ujar Armanto.
Pro Pemerintah: Motor Penggerak Program Pembangunan
Kelompok yang berpihak kepada pemerintah, menurut Armanto, sejatinya berperan sebagai katalisator percepatan program pembangunan.
Mereka membantu menjelaskan kebijakan kepada masyarakat, mendukung implementasi visi-misi kepala daerah, dan menjaga stabilitas sosial-politik agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
“Dukungan kepada pemerintah bukan berarti menutup mata terhadap kekurangan, tapi menjadi bagian dari solusi. Mereka yang pro pemerintah sejatinya adalah mitra kerja dalam menyukseskan agenda-agenda strategis pembangunan daerah,” jelasnya.
Oposisi: Fungsi Korektif dan Moralitas Demokrasi
Sementara itu, kelompok oposisi memiliki tugas yang tak kalah penting, yaitu menjalankan fungsi kontrol sosial dan pengawasan.
Dalam perspektif Armanto, keberadaan oposisi yang kritis dan rasional adalah bentuk kemewahan dalam demokrasi yang harus dirawat, bukan dimusuhi.
“Tanpa oposisi, pemerintahan berpotensi menjadi otoriter. Kritik adalah cahaya yang menerangi jalan pembangunan agar tidak melenceng dari tujuan utama: kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Armanto juga menegaskan bahwa oposisi yang bertanggung jawab adalah mereka yang memberikan kritik berdasarkan data, argumentasi yang konstruktif, dan niat untuk membangun, bukan menjatuhkan.
Masyarakat Harus Cerdas Menyikapi Perbedaan
Dalam kesempatan itu, Armanto juga mengimbau agar masyarakat tidak terjebak pada polarisasi politik yang sempit.
Ia menyayangkan jika masih ada anggapan bahwa menjadi oposisi berarti pembangkang, atau sebaliknya, mendukung pemerintah berarti pencitraan.
“Yang kita perlukan hari ini adalah masyarakat yang dewasa secara politik, yang memahami bahwa perbedaan pandangan adalah bagian dari demokrasi, bukan alasan untuk bermusuhan,” ujarnya.
Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat Lingga untuk melihat bahwa pro pemerintah dan oposisi adalah dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan dalam pembangunan.
Keduanya memiliki legitimasi untuk bersuara, sepanjang dijalankan dengan etika, fakta, dan semangat membangun.
Sinergi dalam Perbedaan, Menuju Lingga yang Maju
Mengakhiri pernyataannya, Armanto menegaskan bahwa pembangunan Kabupaten Lingga tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan satu kelompok.
Diperlukan kolaborasi antara pendukung dan pengkritik, antara pelaksana dan pengawas, antara eksekutif dan masyarakat sipil.
“Jika semua elemen masyarakat, termasuk yang pro dan yang kritis, bisa duduk dalam satu ruang yang sama dengan tujuan memperjuangkan kepentingan daerah, maka saya yakin Lingga akan tumbuh menjadi daerah yang maju, berdaya saing, dan sejahtera,” pungkasnya.
Pernyataan Armanto menjadi pengingat penting bagi masyarakat Kabupaten Lingga bahwa demokrasi sejati bukan hanya tentang siapa yang berkuasa, tetapi juga bagaimana semua suara diberi ruang untuk berkontribusi.
Dalam konteks pembangunan, kritik dan dukungan adalah bahan bakar yang sama pentingnya. Yang membedakan hanyalah niat dan cara menyampaikannya.(*)