Lingga, Zonamu.com – Desa adalah pondasi negeri. Namun di balik semangat membangun dari pinggiran, masih mengintai bahaya laten penyalahgunaan dana desa, korupsi struktural, dan lemahnya pengawasan anggaran.
Menjawab tantangan ini, Pemerintah Kabupaten Lingga bersama Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Jaksa Garda Desa (Jaga Desa), Selasa (3/7/2025) di Gedung Daerah Kabupaten Lingga.
FGD tersebut menjadi ruang dialektika antara aparat penegak hukum, pemangku kebijakan daerah, dan para kepala desa se-Kabupaten Lingga.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengusung tema “Penguatan Peran Kejaksaan RI Untuk Peningkatan Kapasitas Pemerintah Desa Dalam Menjalankan Tugas Dan Fungsi”, forum ini menjadi titik awal perlawanan sistematis terhadap korupsi anggaran desa melalui edukasi, pendampingan hukum, dan penguatan kelembagaan.
Kegiatan dibuka dengan peluncuran Program Desa JUARA (Jujur, Aman, dan Sejahtera), ditandai simbolis dengan pemukulan gong oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepulauan Riau, Teguh Subroto, disertai penayangan video edukatif tentang tata kelola desa yang ideal.
Bupati Lingga, Muhammad Nizar, mengapresiasi hadirnya program Jaga Desa yang menurutnya menjadi bentuk nyata dukungan Kejaksaan dalam reformasi birokrasi hingga ke level akar rumput.
“Ini bukan sekadar forum. Ini adalah sinyal bahwa transparansi dan integritas tidak boleh berhenti di kota. Harus sampai ke desa, karena desa hari ini adalah Indonesia esok hari,” ujar Nizar.
Kajati Kepri, Teguh Subroto, menyampaikan bahwa dana desa yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, termasuk di Lingga sebesar Rp59,2 miliar untuk 75 desa di tahun 2025, bukan sekadar anggaran pembangunan, melainkan amanah konstitusional yang wajib dijaga oleh semua pihak.
“Melalui program Jaga Desa, Kejaksaan hadir bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk mendampingi, membimbing, dan memastikan tidak ada yang tersesat dalam pengelolaan dana rakyat,” kata Teguh.
Ia menekankan bahwa prinsip pengelolaan dana desa haruslah berbasis transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat, agar manfaatnya benar-benar dirasakan warga.
“Kejaksaan, siap memberi pelatihan hukum dan menjadi mitra strategis pemerintah desa dalam menjalankan pemerintahan yang bersih,” ujarnya.
Melanjutkan diskusi, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kepri, Mukarrom, membedah secara lugas potensi dan praktik penyimpangan dana desa yang kerap terjadi.
Ia menegaskan bahwa terdapat 14 jenis tindak pidana korupsi yang dapat terjadi di tingkat desa, termasuk proyek fiktif, mark-up anggaran, gratifikasi, hingga perjalanan dinas palsu.
“Dana desa bukan milik pribadi kepala desa, bukan pula alat politik. Itu uang negara. Dan penyalahgunaannya adalah pidana,” ujarnya tegas.
Ia juga mengungkap bahwa Kejaksaan telah memetakan modus-modus rawan, seperti pemotongan anggaran oleh oknum kecamatan, laporan fiktif, serta intervensi oleh pihak luar desa. Solusinya, menurut Mukarrom, adalah kolaborasi aktif antara Pemda, penegak hukum, dan masyarakat.
Era baru pengawasan juga diperkenalkan lewat pemaparan oleh Kasi II Intelijen Kejati Kepri, Yunius Zega, yang menjelaskan fungsi aplikasi jagadesa.kejaksaan.go.id.
Aplikasi tersebut dirancang sebagai kanal pelaporan real-time oleh pemerintah desa terkait penggunaan anggaran, pengelolaan aset, hingga indikasi permasalahan hukum.
“Melalui platform ini, pengawasan tak lagi bergantung pada laporan manual. Kepala desa bisa lapor langsung, dan Kejaksaan bisa memantau dari pusat,” jelas Yunius.
Ia juga menyosialisasikan SP4N-LAPOR serta call center Kejati Kepri (0812-6254-9860) untuk masyarakat yang ingin melaporkan dugaan penyalahgunaan dana desa.
FGD yang dihadiri sekitar 200 peserta ini juga menghasilkan sejumlah langkah konkret. Di antaranya penandatanganan MoU antara Pemkab Lingga dan Kejari Lingga, kesepakatan bersama monitoring Program Jaga Desa antara pemerintah desa dan kejaksaan, serta penyerahan permohonan pendampingan hukum dari para kepala desa.
Pentingnya pengawasan dana desa sebagai elemen penting pembangunan nasional. Ia menyebut desa sebagai titik strategis penguatan akuntabilitas negara.
FGD Jaga Desa ini bukan sekadar diskusi. Ia adalah deklarasi bersama bahwa masa depan bangsa ada di tangan desa yang jujur, aman, dan sejahtera. Bahwa membangun desa, tak bisa lepas dari hukum yang ditegakkan dengan bijak.(*)
Penulis : Wandi