Lingga, Zonamu.com – Minggu pagi, 17 Agustus 2025, langit Dabo Singkep mendung sejak subuh. Awan kelabu menggantung di atas Lapangan Merdeka, seolah memberi tanda bahwa hujan akan turun di tengah peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.
Namun, tak ada tanda-tanda keraguan pada ratusan orang yang telah berdiri di lapangan itu peserta upacara, aparat pemerintah, undangan, hingga masyarakat biasa yang datang dengan semangat kemerdekaan.

Ketika barisan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibra) memasuki lapangan, rintik hujan pun turun perlahan. Namun langkah mereka tetap tegap, kepala tegak lurus ke depan. Tak satu pun terlihat goyah, justru setiap hentakan sepatu yang berirama menimbulkan getar kebanggaan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kegiatan ini sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan yang telah gugur untuk memerdekakan Indonesia,” kata Camat Singkep, Agustiar.

Puncak upacara adalah saat bendera Merah Putih mulai dikibarkan. Semua mata tertuju pada Paskibra Kecamatan Singkep.
Meskipun seragam mereka basah kuyup, setiap gerakan tetap sempurna. Hening menyelimuti lapangan ketika bendera naik perlahan, lalu berkibar anggun di tiang utama, menyatu dengan tiupan angin hujan.
Bagi sebagian orang, mungkin hanya sebuah prosesi rutin, tetapi di tengah guyuran hujan, momen itu menjadi sakral. Merah Putih seakan berbicara kepada semua yang hadir bahwa kemerdekaan ini lahir dari pengorbanan dan keteguhan hati, tak peduli rintangan.
Agustiar mengingatkan bahwa kemerdekaan bukan untuk dinikmati begitu saja. Ada tanggung jawab moral bagi setiap warga untuk mengisi kemerdekaan dengan kerja nyata.
“Kita jangan menjadi penikmat kemerdekaan, tapi kita harus mengisinya dengan berbagai kebaikan agar tujuan kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan benar-benar terwujud,” ujarnya.
Pesan itu terasa relevan, terutama ketika bangsa ini menghadapi tantangan yang tak kalah berat dibanding era perjuangan fisik korupsi, krisis ekonomi, dan degradasi moral generasi muda.
Di antara ratusan warga yang hadir, ada sosok yang menjadi perhatian Katan, seorang pria tua berusia 80 tahun. Dengan tubuh renta, ia berdiri di tepi lapangan, menyaksikan jalannya upacara. Hujan membuat bajunya basah, tetapi matanya berkaca-kaca bukan karena cuaca, melainkan karena rasa haru yang tak terbendung.
“Di usia saya yang sudah 80 tahun ini, saya masih diberikan kesempatan untuk melihat momen upacara HUT RI ke-80 ini,” kata Katan.
Air mata Katan jatuh, bercampur dengan rintik hujan. Baginya, kemerdekaan adalah anugerah terbesar. Namun ia juga menyimpan kegelisahan terhadap kondisi bangsa.
“Kita melihat di televisi banyak sekali permasalahan yang terjadi di negeri kita. Semoga dengan momen ini seluruh rakyat bersatu untuk memulihkan kondisi Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja,” ujarnya.
Kata-kata Katan menyentuh hati banyak orang yang mendengarnya. Ia adalah representasi generasi tua yang masih setia menjaga ingatan kolektif tentang arti perjuangan.
Ketika upacara berakhir, bendera Merah Putih tetap berkibar gagah di tiang utama, basah oleh hujan tetapi semakin indah dipandang. Begitulah Indonesia hari ini mungkin penuh tantangan, namun tetap berdiri kokoh karena cinta rakyatnya yang tak pernah luntur.(*)
Penulis : Wandi
Editor : Ami