Lingga, Zonamu.com – Di balik riuh ombak dan senyap pedesaan Kepulauan Riau, dua remaja putri tengah menenun mimpi besar mereka, mengenakan seragam merah putih, berdiri di lapangan hijau, dan mewakili Indonesia di kancah internasional. Nurmalisa dan Herisusanti, dua nama yang barangkali belum dikenal luas, namun sedang bersiap mencetak sejarah kecil dari Kabupaten Lingga.
Nurmalisa, siswi MTs Negeri Lingga asal Dusun Kalan, Desa Duara, dan Herisusanti, siswi SMP Negeri 1 Lingga dari Desa Panggak Laut, menjadi harapan baru bagi sepak bola putri di daerah yang lebih akrab dengan kisah nelayan ketimbang stadion. Mereka akan mengikuti seleksi Tim Nasional U-16 Putri yang akan digelar di Medan pada 9–12 Juni 2025 mendatang.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di balik semangat mereka, ada sosok pelatih yang juga menjadi ayah angkat, guru, sekaligus jembatan mimpi Jajun Saputra. Lelaki ini tak hanya melatih teknik dan strategi di lapangan, tapi juga merajut harapan yang nyaris padam, terutama bagi Nurmalisa, atau yang akrab disapa Lisa.
“Lisa dan Santi punya potensi besar. Sayang kalau hanya berkembang di kampung tanpa pembinaan lanjutan,” kata Jajun, Rabu (21/5/2025), dengan nada bangga sekaligus haru.
Kisah Lisa menyimpan luka sekaligus harapan. Sejak ibunya meninggal dunia, Lisa nyaris kehilangan arah. Namun Jajun datang bukan sekadar pelatih, tapi menjadi pengganti figur orang tua yang hilang. Ia mendatangi rumah Lisa, mengajak berdiskusi, bahkan meyakinkan keluarga untuk membiarkan Lisa pindah ke Dabo demi masa depan yang lebih cerah.
“Sempat ada pro dan kontra dari keluarga, tapi setelah dijelaskan bahwa kami akan membina dan memperlakukan Lisa seperti anak sendiri, akhirnya keluarga merestui,” ujarnya, mengenang awal mula perjalanannya bersama sang anak didik.
Jajun bukan orang asing dalam dunia sepak bola lokal. Ia terhubung dengan pelatih nasional yang pernah membawa Ramadhan Sananta, pemain asal Lingga, menembus Timnas Indonesia. Ketika tahu ada seleksi Timnas U-16 Putri, ia tak menyia-nyiakan kesempatan.
“Saya sampaikan bahwa kami punya dua pemain putri kelahiran 2009 dan 2010. Kebetulan ada seleksi di Medan. Jadi ini celah kami membawa mereka ke sana,” jelas Jajun.
Namun jalan menuju Medan tak semulus impian. Hingga kini, belum ada dukungan dana resmi. Semua biaya masih ditanggung secara pribadi. Tidak ada proposal, tidak ada sponsor, hanya keyakinan dan tekad yang dibawa.
“Kami belum ajukan ke siapa-siapa, belum ada bantuan juga. Tapi Insyaallah tanggal 6 Juni kami berangkat,” kata Jajun.
Sementara itu, Lisa dan Santi menjalani latihan intensif setiap hari di Daik. Di tengah keterbatasan, mereka tetap berlari, menendang bola, dan menolak menyerah. Mereka tahu, yang mereka bawa bukan sekadar nama pribadi, tapi juga nama kampung halaman yang jauh dari sorotan, namun kaya akan semangat dan talenta.
Dan dari ujung selatan Kepri itu, kita belajar bahwa mimpi bisa lahir dari tempat yang paling sunyi, asal ada yang bersedia memupuknya dengan cinta, tekad, dan keberanian melangkah.(*)