Lingga, Zonamu.com – Kasus dugaan korupsi pembangunan Jembatan Marok Kecil di Kecamatan Singkep Selatan menyeret banyak pihak. Kejaksaan Negeri Lingga resmi menetapkan 4 orang tersangka sejak awal September hingga pertengahan bulan ini.
“DY dan YR ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek,” kata KasiI Intel Kejari Lingga Adimas Haryosetyo, Senin (8/9/2025).
Kasus bermula dari proyek yang ditenderkan Dinas PUTR Lingga pada tahun anggaran 2022. CV PJ ditunjuk sebagai pelaksana, sementara PT BS dengan YR sebagai direktur menjadi konsultan pengawas.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, fakta di lapangan menunjukkan DY yang tidak memiliki kapasitas kontrak justru mengerjakan proyek. Kondisi ini diketahui YR dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), tetapi tidak dicegah.
“Ada pembiaran dari konsultan pengawas dan PPK, sehingga pekerjaan dikerjakan pihak yang tidak berwenang,” ujarnya.
Pola pelanggaran terus berulang pada tahun anggaran 2023 dan 2024. Meski pemenang tender berbeda, DY tetap menggarap pekerjaan dengan restu diam-diam dari pengawas dan pejabat.
Pemeriksaan ahli mengungkap mutu serta volume pekerjaan jauh dari spesifikasi. Hasil ini memperkuat dugaan adanya kerugian negara dalam jumlah signifikan.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kekurangan mutu dan volume pekerjaan yang merugikan negara,” jelasnya.
DY yang sempat mangkir dari panggilan penyidik akhirnya ditahan pada 11 September 2025. Ia digiring ke Lapas Kelas III Dabo Singkep untuk penahanan 20 hari ke depan.
“Penahanan kami lakukan mulai hari ini untuk mempercepat proses penyidikan,” kata Kajari Lingga Amriyata, Kamis (11/9/2025).
Drama kasus ini semakin panas setelah Kejari menetapkan tersangka baru, yakni WP, Direktur CV FJ. Ia diduga kuat menyerahkan pekerjaan kepada DY meski tidak sesuai kontrak.
Baik YR maupun PPK disebut mengetahui praktik tersebut dan memilih diam. Tindakan pembiaran ini membuka jalan bagi terjadinya penyimpangan berulang kali.
“Baik YR maupun PPK kegiatan diduga melakukan pembiaran,” ujarnya.
Belum berhenti di situ, giliran JA, pejabat penting di Dinas PUTR yang berperan sebagai PPK juga sebagai Kabid Bina Marga, ikut terseret. Ia resmi ditetapkan sebagai tersangka pada 18 September 2025.
JA dinilai lalai mengendalikan kontrak dan mengetahui adanya penyimpangan. Namun, ia justru membiarkan hingga proyek berjalan tak sesuai aturan.
“JA mengetahui adanya penyimpangan, namun tidak melakukan pencegahan,” kata Kasi Intel Kejari Lingga Adimas Haryosetyo, Kamis (18/9/2025).
Ahli LKPP yang dimintai keterangan menyebut pelaksanaan proyek menyalahi aturan pengadaan barang dan jasa. Praktik itu jelas melanggar Perpres Nomor 12 Tahun 2021.
Dengan jeratan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 18 UU Tipikor, para tersangka terancam hukuman berat. Jika terbukti bersalah, mereka bisa diganjar kurungan hingga 20 tahun penjara.(*)
Penulis : Wandi