Lingga, Zonamu.com – Di balik jendela reot dan dinding papan yang mulai lapuk dimakan usia, harapan itu tetap menyala. Harapan sederhana dari warga Kabupaten Lingga yang mendambakan tempat tinggal yang layak, tempat mereka bisa merasa aman saat hujan datang atau angin kencang menerpa malam.
Tahun 2025, harapan itu mulai diwujudkan. Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kabupaten Lingga mengalokasikan anggaran sebesar Rp880 juta untuk program Bantuan Rumah Tak Layak Huni (RTLH), sebagai bagian dari komitmen Bupati dan Wakil Bupati dalam memperbaiki kualitas hidup masyarakat kurang mampu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Untuk tahun ini, kita anggarkan sekitar Rp880 juta untuk program RTLH. Data yang masuk berasal dari sembilan desa di Kabupaten Lingga dan akan direalisasikan untuk 44 unit rumah,” ujar Amir, Kepala Bidang Perumahan Disperkim Lingga, saat ditemui pada Rabu, 14 Mei 2025.
Artinya, ada 44 keluarga yang sebentar lagi akan menyambut pagi dari rumah yang lebih layak, rumah yang tak lagi sekadar tempat berteduh, tetapi juga simbol martabat yang dikembalikan.
Setiap rumah akan menerima bantuan sebesar Rp20 juta. Dana itu, menurut Amir, diperuntukkan untuk pembelian material bangunan dan upah tukang.
Skemanya disesuaikan agar rumah-rumah tersebut bisa direnovasi atau dibangun ulang menjadi hunian yang layak secara struktural dan fungsional.
Namun, program ini bukan hanya tentang angka dan struktur bangunan. Ini tentang hidup yang lebih bermakna bagi mereka yang selama ini terpinggirkan dari perhatian pembangunan.
Amir mengungkapkan, untuk tahun 2026, pihaknya telah menerima data awal sebanyak 80 unit rumah yang diajukan. Tapi semua pengajuan itu masih akan diseleksi berdasarkan tujuh kriteria kelayakan penerima bantuan.
“Kalau semua rumah yang diajukan tahun depan memenuhi kriteria, tentu akan kita usulkan seluruhnya dalam pengajuan 2026,” jelasnya.
Ia pun mengingatkan pentingnya pendataan yang akurat dari pemerintah desa dan kecamatan. Ia menyebutkan nama Joni, warga Desa Marok Tua, sebagai contoh nyata dari kegagalan sistem pendataan.
“Jangan sampai kejadian seperti dialami Joni terulang kembali. Rumahnya sudah bertahun-tahun memprihatinkan, tapi tidak pernah tersentuh bantuan pemerintah,” katanya.
Di tengah berbagai keterbatasan, program RTLH ini menjadi semacam pelita bagi mereka yang hidup dalam bayang-bayang ketimpangan. Karena sejatinya, setiap warga negara berhak atas tempat tinggal yang layak. Bukan hanya sekadar atap di atas kepala, tapi ruang yang memberi rasa aman, damai, dan martabat.
Dan bagi 44 keluarga tahun ini, harapan itu akan segera berdiri kokoh—batu demi batu, papan demi papan, dalam rumah yang mereka sebut “milik sendiri.”(*)